1.Peran Procalcitonin sebagai Marker Infeksi
Juliani Dewi
Laboratorium Rampal Diagnostika, Malang, Indonesia
ABSTRAK
Diagnosis infeksi bakteri dapat terlambat bila menunggu hasil kultur mikrobiologi. Marker-marker seperti jumlah leukosit dan CRP, masih belum
memastikan banyak kasus infeksi, bahkan sepsis. Procalcitonin menjadi marker infeksi yang cukup menjanjikan. Kadar procalcitonin efektif untuk
pedoman diagnosis, prediksi penyakit, dan efikasi terapi pada berbagai populasi, termasuk bayi, dewasa, dan lanjut usia dengan berbagai lokasi
infeksi. Kadar procalcitonin dapat menjadi dasar pemberian dan menilai efikasi terapi antibiotik.
Kata kunci: Antibiotik, infeksi, marker infeksi, procalcitonin
2.Deteksi Keterlambatan Bicara dan Bahasa pada Anak
William Surya Hartanto
Puskesmas Air Itam/RSUD Depati Hamzah,
Pangkalpinang, Bangka Belitung, Indonesia
ABSTRAK
Keterlambatan bicara dan bahasa terjadi pada 2,3-19% anak berusia 2-7 tahun, sebagian besar terdiagnosis pada usia kurang dari 3 tahun.
Evaluasi perkembangan komprehensif penting karena perkembangan bicara dan bahasa yang atipikal dapat merupakan karakteristik sekunder
gangguan fisik dan perkembangan yang lain. Deteksi dan intervensi awal dapat memperbaiki aspek emosi, sosial, dan kognisi, sehingga
memperbaiki outcome.
Kata kunci: Anak, gangguan bicara-bahasa, keterlambatan bicara-bahasa
3.Pencegahan Efek Radiasi pada Pencitraan Radiologi
Reginald Maleachi, Ricardo Tjakraatmadja
Alumni Fakultas Kedokteran Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Efek radiasi dalam bidang radiologi tidak dapat dihindari. Ahli radiologi perlu berhati-hati terhadap bahaya dan efek radiasi, mengetahui batasan
dosis radiasi yang aman, cara meminimalkan paparan radiasi, dosis terkecil untuk visualisasi pencitraan yang baik. Keselamatan pasien dan
petugas medis perlu mendapat perhatian khusus. Proteksi radiasi penting untuk pasien, staf, serta ahli radiologi sendiri dengan cara menaati
indikasi pemeriksaan yang tepat, jumlah pemeriksaan seminimal mungkin, dan sedapat mungkin memilih modalitas pencitraan yang tidak
memerlukan radiasi.
Kata kunci: Pencitraan, proteksi, radiasi, radiologi.
4.Fournier’s Gangrene
Alfonsus Mario Eri Surya Djaya
Dokter Internship Des 2016 – Des 2017, RS Umum Kaliwates, Jember, Indonesia
ABSTRAK
Fournier’s gangrene merupakan suatu fasiitis nekrotikans perianal, perineal, serta genital yang progresif dan fatal. Diagnosis bisa ditegakkan
dengan gambaran klinis. Prinsip utama penanganan adalah resusitasi adekuat, pemberian antibiotik parenteral, serta tindakan debridement.
Diversi urin ataupun fekal, terapi hiperbarik, dan operasi rekonstruksi memperbaiki hasil akhir. Walau penanganan tepat, angka mortalitas cukup
tinggi. Beberapa metode prediksi mortalitas meliputi Laboratory Risk Indicator for Necrotizing Fasciitis Score (LRINEC) dan Fournier Gangrene
Severity Index (FGSI). Dilaporkan kasus dan penanganan Fournier’s gangrene di rumah sakit tipe C di Jember, Jawa Timur.
Kata kunci: Fasiitis nekrotikans, Fournier’s gangrene
5.Kombinasi Krioterapi dan KOH 5% untuk Terapi Kondiloma Akuminata Raksasa dengan Infeksi HIV
Rini Hastuti, Etty Farida Mustifah, Endra Yustin Ellistasari
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta, Indonesia
ABSTRAK
Pendahuluan. Kondiloma akuminata raksasa (KAR) atau disebut juga tumor Buschke-Lowenstein adalah tumor akibat infeksi human
papillomavirus (HPV) di daerah anorektal dan genitalia eksterna dengan diameter lebih dari 2,5 cm. Kasus. Seorang laki-laki homoseksual, 32
tahun dengan benjolan yang bertambah banyak dan makin membesar sejak 2 bulan. Pasien terinfeksi HIV sejak 2 tahun yang lalu. Kombinasi
krioterapi dan larutan KOH 5% memberikan perbaikan klinis. Diskusi. Terapi kombinasi dapat dijadikan pilihan terapi KAR disertai penyulit atau
jika terapi tunggal tidak memberikan perbaikan klinis.
Kata kunci: KOH 5%, kondiloma akuminata raksasa, krioterapi
6.Osteoporosis dan Terapi Bisfosfonat
Sherly Desnita Savio
RS Bhayangkara Brimob, Depok, Indonesia
ABSTRAK
Osteoporosis sering ditemukan dalam praktik sehari-hari di Indonesia. Osteoporosis memiliki karakteristik berupa penurunan densitas mineral
tulang/bone mineral density (BMD). Faktor risiko osteoporosis antara lain keturunan, diet rendah kalsium, merokok, konsumsi berlebihan alkohol
dan kafein, penggunaan steroid jangka panjang, dan latihan fisik inadekuat. Untuk kelompok berisiko tinggi, disarankan pemeriksaan DXA
untuk skrining dan diagnosis osteoporosis. Komplikasi osteoporosis antara lain fraktur vertebra, non-vertebra, dan pinggul. Salah satu terapi
osteoporosis adalah bisfosfonat, khususnya yang mengandung nitrogen (alendronate, risedronate, ibandronate, zolendronate).
Kata kunci: Bisfosfonat, bone mineral density, fraktur, osteoporosis
7.Association between Anemia and First-time Febrile
Seizure: A Case Control Study
Handoyo
General Practitioner, Landak General Hospital, Landak Regency, West Kalimantan, Indonesia
ABSTRACT
Background. Febrile seizure is the most frequent neurological disorder in childhood. Some studies report association between anemia and
febrile seizure. Even though anemia is highly prevalent in Indonesia, only one study assessed this association. Objective. To compare the
hemoglobin level in children with febrile seizure and febrile children without seizure, and to assess the relationship between anemia and febrile
seizure. Method. This retrospective case control study used medical record of febrile children aged 6 months to 3 years old hospitalized at
Landak General Hospital from May 2016 to April 2017. Hemoglobin level from first blood workup then compared between fifty children with
first-time febrile seizure (case group) and a hundred febrile children without seizure (control group). Results. Hemoglobin level was lower in
case group compared to control group (p =0.000). Children with febrile seizure were more likely to be anemic compared to febrile children
without seizure [OR 6.73 with 95% CI 3.18 to 14.26]. Conclusion. There is significant difference of mean hemoglobin among children with febrile
seizure compared to febrile children without seizure. Children with febrile seizure were six times more likely to have anemia.
Keywords: Anemia, febrile, iron, seizures
8.Modalitas Terapi Topikal Vitiligo
Rina Diana, Nurrachmat Mulianto
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Univesitas Sebelas Maret/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Indonesia
ABSTRAK
Vitiligo berpotensi menimbulkan dampak psikososial pada pasien, sehingga diperlukan terapi yang aman dan efektif. Saat ini belum ada terapi
untuk menyembuhkan; tidak ada terapi tunggal yang dapat berhasil baik pada semua pasien, tetapi banyak pilihan untuk mengatasi lesi
vitiligo. Modalitas terapi antara lain terapi topikal, terapi oral, terapi sinar, terapi bedah, terapi psikologis, dan terapi komplementer. Dengan
meningkatnya penelitian dan pengetahuan tentang patomekanisme vitiligo, beberapa agen topikal baru dikembangkan untuk menginduksi
pigmentasi.
Kata kunci: Terapi topikal, vitiligo
9.Profil Respons Glukosa Darah dan Tingkat Rasa Kenyang setelah Pemberian Diabetasol® Dibandingkan Makanan Padat Gizi Terkontrol pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2
Fatimah Eliana,1 Iwan Surjadi Handoko,2 Fransisca Diah Ambarwati,2 Arini Setiawati3
1Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI, 2PT Sanghiang Perkasa, 3Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan stabilitas kadar glukosa darah harian, tingkat kenyang, dan keamanan setelah menggunakan
Diabetasol® dibandingkan dengan makanan padat dengan gizi terkontrol. Diabetasol® adalah makanan indeks glikemik rendah mengandung
isomaltulosa, resisten dekstrin, dan inulin. Penelitian ini merupakan studi awal, prospektif, acak, terbuka, dan melibatkan 30 subjek DM tipe 2 pria
dan wanita. Pengukuran glukosa darah dengan continuous glucose monitoring selama 48 jam di setiap kunjungan. Tingkat rasa kenyang diukur
dengan kuesioner satiety quotient dengan visual analog scale (VAS) pada interval 0, 15, 30, 60, dan 120 menit. Evaluasi efek samping didasarkan
pada terjadinya hipoglikemia dan masalah pencernaan selama masa pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan respons glikemik Diabetasol®
lebih rendah dibandingkan makanan padat gizi terkontrol kendati tidak bermakna, di lain pihak Diabetasol® memberikan rasa kenyang lebih
lama tanpa efek samping serius.
Kata kunci: Diabetasol®, diabetes melitus tipe 2, inulin, isomaltulosa, makanan rendah glikemik indeks, rasa kenyang, resistant dextrin, respons glikemik
10.Incidence of Electrolyte Disturbance after TURP Procedure
Daniel Mahendra Krisna,1 Akhada Maulana2
1Faculty of Medicine, Duta Wacana Christian University, Yogyakarta
2Urologist, Bhayangkara Hospital Mataram/ Department of Urology, University of Mataram, Mataram, Indonesia
ABSTRACT
Introduction. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP) as a gold standard treatment for benign prostatic hyperplasia (BPH) is performed
with fluid irrigation that may cause electrolyte disturbance due to excessive fluid absorption; and may lead to increased mortality. This study
is to determine the incidence of electrolyte disturbances and risk factors in TURP procedure. Materials & Methods. A descriptive retrospective
study was conducted at Bhayangkara Hospital Mataram in January 2014-January 2016. The subjects were all BPH patients who underwent
TURP surgery. Data were retrieved from medical records. All TURP procedures used distilled water as irrigation fluid. Presurgery and postsurgery
electrolyte level, digital rectal grading and weight of resection tissue were recorded. Deranged electrolyte was defined as presence of any or
both serum sodium < 130 or > 145 mmol/L and serum potassium <3,5 or > 5,5 mmol/L. Student’s T-test was applied to determine significant
change between pre and post surgery variables. Results. Of 32 subjects, the mean age was 63.39 years and the mean weight of resected tissue
was 63.03 grams. Sodium, potassium, chloride, and hemoglobin level were decreased post surgery (mean reduction 2.00, p = 0.000; 0.25, p =
0.000 ; 27.81, p = 0.021;1.050, p = 0.025, respectively). In 10 subjects, only significant decreased serum chloride and hemoglobin were found
(mean reduction 4.5, p = 0.017; 1.46, p = 0.048, respectively). Sodium and potassium serum level were significantly decreased in non deranged
electrolyte group (mean reduction 1.8, p = 0.01; 0.27, p = 0.00, respectively). No significant correlation between electrolyte imbalance with age
and digital rectal examination grading. Conclusion. Electrolyte serum levels were significantly decreased after TURP procedure.
Keywords: BPH, electrolyte disturbance, TURP
11.Hubungan Pemberian Air Susu Ibu dengan Kejadian Kanker Payudara di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh
M. Riswan, Iffah Munawarah
Divisi Hemato Onkologi Medik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainal Abidin,
Banda Aceh, Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang. Faktor–faktor yang dapat mempengaruhi kejadian kanker payudara adalah obesitas, usia melahirkan pertama kali, riwayat
pemberian air susu ibu (ASI), perubahan gaya hidup, usia menarche pertama, dan usia menopause. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan pemberian ASI terhadap kejadian kanker payudara di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Metode. Case
control dengan accidental sampling yang melibatkan 64 orang. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner. Hasil. Dari 32 pasien terdiagnosis
kanker payudara, 21 pasien tidak memberikan ASI. Pada 32 pasien kontrol yang tidak menderita kanker hanya 2 pasien yang tidak memberikan
ASI. Hasil analisis bivariat menggunakan chi square mendapatkan hasil signifikan p = 0,000 (p ≤0,05). Simpulan. Terdapat hubungan bermakna
antara riwayat pemberian ASI dan kejadian kanker payudara.
Kata kunci: Kanker payudara, pemberian air susu ibu (ASI).
12.Korelasi Kadar Asam Urat dengan Derajat Keganasan Kanker Kolorektal
Subandrate,1 Ella Amalia,2 Dwi Indira Setyorini,3 Safyudin1
1Bagian Biokimia, 2Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang, 3Bagian Penyakit Dalam, RSUD
Hasanuddin Damrah, Manna, Bengkulu Selatan, Indonesia
ABSTRAK
Pendahuluan: Hiperurisemia pada pasien kanker meningkatkan angka kematian terutama pada stadium lanjut. Metode: Studi observasional
analitik korelatif dengan rancangan cross-sectional, bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar asam urat dan derajat keganasan kanker
kolorektal. Subjek penelitian 35 orang penderita kanker kolorektal yang dirawat di RSUP Mohammad Hoesin (RSMH), terdiri atas 15 laki-laki
dan 20 perempuan. Stadium kanker kolorektal berdasarkan pemeriksaan histopatologi di Laboratorium Patologi Anatomi RSMH/FK Unsri
Palembang. Pemeriksaan kadar asam urat serum dilakukan di Laboratorium Biokimia FK Unsri. Hasil: Stadium klinis penderita terdiri dari stadium
II (17,1%), stadium III (48,6%), dan stadium IV (34,3%). Rata-rata kadar asam urat penderita adalah 11,8±3,5 mg/dL, dengan 88,6%-nya mengalami
hiperurisemia. Kadar asam urat pada pasien kanker kolorektal stadium awal adalah 10,6 mg/dL, pada pasien kanker kolorektal stadium akhir
adalah 12,3 mg/dL. Korelasi antara kadar asam urat dan stadium kanker kolorektal sangat lemah (r=0,072) dan tidak bermakna (p=0,647).
Simpulan: Hiperurisemia terjadi pada hampir semua penderita kanker kolorektal. Kadar asam urat tidak berkorelasi dengan stadium kanker
kolorektal.
Kata kunci: Asam urat, hiperurisemia, kanker kolorektal, stadium
[download id=”178″]