1.Kontroversi Penggunaan Amiodaron untuk Terapi Atrial Fibrillation pada Penderita Sindrom Wolff-Parkinson-White

Aaron Tumewu

Dokter Umum, Kendal, Jawa Tengah, Indonesia

ABSTRAK

Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW) dikombinasi dengan atrial fibrillation (AF) merupakan kondisi yang mengancam nyawa, sehingga
dibutuhkan terapi segera. Amiodaron, yang berdasarkan klasifikasi Vaughan-Williams merupakan agen antiaritmia kelas III, memiliki mekanisme
kerja mencakup seluruh kelas antiaritmia dan paling sering digunakan dalam terapi terminasi AF. Akan tetapi, pada kondisi sindrom WPW
dengan AF, amiodaron dapat memperburuk aritmia hingga menjadi ventricular fibrillation (VF) akibat efek kerjanya yang dapat menghambat
konduksi di nodus atrioventrikular (AV).
Kata kunci: Amiodaron, aritmia, atrial fibrilasi, Wolff-Parkinson-White

2.Kranioplasti untuk Kasus Cedera Kepala

Wayan Niryana,* Dewa Putu Wisnu Wardhana,* Heru Sutanto Koerniawan,** Sri Maliawan*

*Konsultan, SMF Bedah Saraf , **Residen, Bagian Bedah

RSUP Sanglah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Seiring kemajuan teknik operasi bedah saraf, jumlah pasien cedera kepala yang mampu selamat pasca-kraniektomi dekompresi meningkat
signifikan. Pasien-pasien tersebut selanjutnya akan menjalani kranioplasti untuk memperbaiki defek kranium. Keuntungan lain prosedur
kranioplasti antara lain: menyediakan proteksi otak, pencegahan, atau eliminasi kolapsnya hemisfer otak atau herniasi serebri yang disebut
sindrom pasca-trepanasi. Hingga saat ini belum ada material ideal untuk kranioplasti.
Kata kunci: Cedera kepala, kranioplasti

3.Perkembangan Imunoterapi untuk Kanker

Hastarita Lawrenti

Departemen Medical-PT. Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Imunoterapi untuk kanker ditujukan untuk memodulasi dan menggunakan sistem imun pasien dengan target sel kanker dibandingkan
menggunakan modalitas terapi ekstrinsik. Imunoterapi untuk kanker ditujukan untuk mengaktivasi atau meningkatkan pengenalan oleh sistem
imun dan penghancuran sel-sel kanker. Terdapat beberapa pendekatan imunoterapi seperti vaksin kanker, virus onkolitik, transfer sel adoptif,
antibodi monoklonal penghambat CTLA-4, PD-1, dll. Beberapa jenis dari terapi tersebut telah disetujui oleh US FDA untuk terapi kanker.
Kata kunci: Imunoterapi, kanker, sistem imun

4.Manfaat Penambahan Laktoferin pada Susu Formula Lanjutan: Tinjauan Sistematik

Winra Pratita,* Damayanti R. Sjarif**

*Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, **Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Salah satu zat dalam ASI adalah laktoferin yang bermanfaat mencegah infeksi. Banyak penelitian dan beberapa tinjauan sistematik menunjukkan
manfaat laktoferin pada bayi, namun sedikit penelitian mengenai manfaat laktoferin pada anak berumur di atas 12 bulan. Dari tinjauan ini,
tidak didapatkan manfaat bermakna laktoferin pada anak berumur di atas 12 bulan dalam menurunkan insidens diare. Diperlukan penelitian
lebih lanjut tentang keamanan serta kadar laktoferin yang ditambahkan pada susu formula lanjutan untuk anak berumur di atas 12 bulan agar
bermanfaat.
Kata kunci: Air susu ibu, formula lanjutan, laktoferin

5.Pendekatan Sepsis dengan Skor SOFA

I Made Prema Putra

Dokter PTT Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

ABSTRAK

Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score saat ini digunakan dalam pendekatan sepsis. Modifikasi skor SOFA, yaitu quickSOFA (qSOFA),
dapat digunakan untuk identifikasi awal sepsis pada pasien yang curiga infeksi sebelum tersedianya hasil pemeriksaan penunjang. Dalam
laporan kasus ini, seorang perempuan 50 tahun datang dengan keluhan sesak napas dan lemas. Dilakukan penilaian awal qSOFA dengan skor
2 berarti curiga sepsis, kemudian diidentifikasi disfungsi organ menggunakan skor SOFA dengan total skor 7. Pasien didiagnosis syok sepsis.
Meskipun dengan resusitasi cairan adekuat, diperlukan vasopressor untuk menjaga MAP ≥65 mmHg. Pemberian antibiotik broad spectrum juga
menjadi terapi utama karena tidak tersedia pemeriksaan kultur darah.
Kata kunci: Sepsis, Sequential Organ Failure Assessment (SOFA), QuickSOFA (qSOFA),

6.Metotreksat Intramuskular untuk Terapi Psoriasis Vulgaris: Serial Kasus

Anggana Raka Paramitasari, Agung Triana Hartati, Etty Farida Mustifah, Endra Yustin Ellista Sari,

Arie Kusumawardani

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, RSUD Dr. Moewardi

Surakarta, Indonesia

ABSTRAK

Metotreksat merupakan pilihan terapi psoriasis yang efektif. Laporan pemberian MTX parenteral pada psoriasis vulgaris masih jarang. Kami
melaporkan 8 kasus psoriasis vulgaris dengan terapi injeksi MTX dosis inisial 10 mg/minggu dan dinaikkan menjadi 15 mg/minggu. Dalam
evaluasi 8-12 minggu, terdapat perbaikan klinis yang dievaluasi menggunakan Psoriasis Activity and Severity Index (PASI), luas Body Surface Area
(BSA), dan Dermatology Life Quality Index (DLQI). Bioavailabilitas MTX parenteral lebih baik dibandingkan per oral. Tidak ditemukan efek samping
selama pemberian injeksi MTX.
Kata kunci: Injeksi, intramuskular, metotreksat, psoriasis vulgaris

7.Peningkatan Tekanan Intraokular pada Sindrom Nefrotik

Harida Panduwita Sinaga, Rusdidjas, Rata Ramayati, Oke Rina Ramayani, Rosmayanti Siregar,

Beatrix Siregar

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik, Medan, Indonesia

ABSTRAK

Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak pada anak. Tatalaksana medikamantosa utama SN adalah menggunakan
kortikosteroid; penggunaan dosis tinggi dan jangka lama dapat memiliki efek samping, salah satunya peningkatan tekanan intraokular.
Mekanisme pasti peningkatan tekanan intraokular diinduksi steroid belum diketahui pasti, steroid dapat meningkatkan resistensi pengeluaran
aqueous humor.
Kata kunci: Anak, kortikosteroid, sindrom nefrotik, tekanan intraokular

8.Signicance of Lewy Body Formation in Development of Parkinson’s Disease

Shivanki Sahay, Dias Rima Sutiono

Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L), Jakarta, Indonesia

ABSTRACT

Parkinson’s disease is a serious neurodegenerative disease characterized by depletion of neurons in the substantia nigra of the basal ganglia.
These dying out neurons are found to contain traces of Lewy bodies, an abnormal protein filament of alpha-synuclein and that otherwise play
an important role in the nervous system, especially at synapses.
Keywords: Alpha-synuclein, Lewy bodies, parkinson

9.Sindrom De Quervain: Diagnosis dan Tatalaksana

Adelia Suryani

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK

Sindrom De Quervain adalah suatu bentuk peradangan selaput tendon di sarung sinovial yang menyelubungi otot extensor pollicis brevis dan
otot abductor pollicis longus disertai nyeri. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan berupa cara
non-bedah dan pembedahan.
Kata kunci: Diagnosis, penatalaksanaan, sindrom De Quervain

10.Tatalaksana Alopesia Androgenetik

Aurelia Stephanie
RS Otorita Sekupang, Batam, Indonesia

ABSTRAK

Rambut merupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat di seluruh tubuh, kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku, dan bibir. Folikel rambut
memiliki fase pertumbuhan dan fase istirahat yang bervariasi tergantung usia dan tempat tumbuh serta faktor fisiologis dan patologis. Alopesia
androgenetik termasuk salah satu kelainan rambut yang disebabkan oleh faktor genetik dan hormon androgen ekstragonadal di kulit kepala.
Alopesia androgenetik sering menyebabkan tekanan psikologis dan menurunnya kualitas hidup.
Kata kunci: Alopesia androgenetik, folikel rambut, kelainan rambut, rambut

11.Prol Flebitis pada Anak: Studi di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Gita Hening Bunga, Suci Widhiati

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD dr. Moewardi, Surakarta, Indonesia

ABSTRAK

Pendahuluan. Penggunaan kateter vena perifer bertujuan memasukkan cairan, obat, dan produk darah ke dalam tubuh. Komplikasi yang paling
sering adalah tromboflebitis dan lebih sering terjadi pada anak. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya flebitis pada anak perlu
diketahui. Metode. Penelitian deskriptif menggunakan data rekam medis pasien anak di instalasi rawat inap RSUD dr. Moewardi Surakarta bulan
Januari 2014-Desember 2016. Hasil. Dari 3037 pasien, 30 terdiagnosis flebitis (0,98%). Lama rawat inap terutama lebih dari 14 hari (10 pasien –
33,33%). Diagnosis terbanyak adalah keganasan hematologi (9 pasien – 30%). Terapi intravena terbanyak adalah antibiotik sejumlah 22 pasien
(73,33%). Sebanyak 12 pasien (54,54%) mendapat 2 macam antibiotik intravena. Sebagian besar pasien mendapat 3-4 obat intravena pada saat
bersamaan (56,67%). Diskusi. Beberapa faktor berkaitan dengan terjadinya flebitis. Penggunaan antibiotik multipel dan beberapa jenis obat
pada saat bersamaan diperkirakan mempengaruhi risiko flebitis. Diduga sebagian kasus flebitis tidak dilaporkan ataupun tidak terdiagnosis.
Diperlukan penelitian lebih lanjut kejadian flebitis anak agar dapat menjadi masukan untuk langkah pencegahan.
Kata kunci: Anak, antibiotik, flebitis, obat

12.Perbandingan Fungsi Barrier Kulit Pasien Dermatitis Atopik antara Krim Aloe Vera dan Krim Seramid: Penelitian Awal

Etty Farida Mustifah, Susanti Rosmala Dewi, Rini Hastuti, Harijono Kariosentono

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/Rumah Sakit DR. Moewardi, Surakarta, Indonesia

ABSTRAK

Latar Belakang: Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit peradangan kulit kronik, residif, ditandai rasa gatal dan berhubungan dengan riwayat
atopi. Penggunaan pelembap teratur merupakan kunci utama tatalaksana DA. Tujuan: Membandingkan efektivitas krim seramid dan aloe vera
sebagai barrier pada pasien DA dengan mengukur nilai TEWL baseline dan setelah 2 minggu pemberian. Hasil: Rerata TEWL terendah pada
krim A (aloe vera) dan B (seramid) terjadi pada minggu ke-2 (7,39 + 3,17 vs 6,55 + 3,25). Skor TEWL turun dari sebelum diolesi krim (baseline),
pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, dan pada minggu ke-3 meningkat kembali setelah tidak menggunakan krim (p=0,005). Secara umum skor TEWL
pada pengolesan krim B lebih rendah dari krim A, namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,512). Simpulan: Pada penelitian ini tidak
didapatkan perbedaan bermakna nilai TEWL setelah penggunaan krim aloe vera dan krim seramid, sehingga disimpulkan efektivitasnya sama.
Kata kunci: Aloe vera, dermatitis atopik, pelembap, seramid

13.Pengaruh Nitrous Oxide pada Induksi Sevourane 8% Teknik Single Breath terhadap Kecepatan Induksi Anestesi Berdasarkan Index of Consciousness

Ridha Surya Nugraha,1 Undang Komarudin1,2

1Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani, 2Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Al-Ihsan, Bandung,

Indonesia

ABSTRAK

Latar Belakang: Penambahan nitrous oxide akan mempercepat waktu induksi anestesi, karena second gas effect dan concentration effect. Tujuan:
Membandingkan kecepatan induksi anestesi sevoflurane 8% dengan atau tanpa nitrous oxide, dengan teknik single breath vital capacity induction
berdasarkan nilai Index of Consciousness. Metode: Lima puluh pasien ASA I dan ASA II yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum
menggunakan teknik induksi inhalasi secara acak dibagi menjadi 2 kelompok: sevoflurane 8% + nitrous oxide 50% : oksigen 50% (kelompok I)
dan sevoflurane 8% + 100% oksigen (kelompok II). Pengukuran interval waktu pada alat Index of Consciousness dari 100 hingga 60. Data dianalisis
dengan uji-T dengan derajat kemaknaan p<0,05. Hasil: Karakteristik pasien pada kategori jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, indeks
massa tubuh, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, laju jantung, dan laju pernapasan pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna.
Waktu untuk perubahan nilai Index of Consciousness dari 100 hingga 60 untuk kelompok sevoflurane 8% + oksigen 50% : nitrous oxide 50%
(99,4 ± 20,96 detik) tidak signifikan lebih cepat dibandingkan kelompok sevoflurane 8% + oksigen 100% (108,52 ± 18,87) (p = 0,113). Simpulan:
Penambahan nitrous oxide dengan teknik single breath vital capacity tidak meningkatkan waktu induksi anestesi pada sevoflurane 8%.
Kata kunci: Index of consciouness, nitrous oxide, sevoflurane, waktu induksi.

 

[download id=”183″]