1. Kontroversi dan Pendekatan Manajemen Jalan Napas Pasien Out of Hospital Cardiac Arrest
Fakhruddin Alfan
Dokter pasca-PTT PKM Tenedagi Kab. Deiyai, Papua, Indonesia
ABSTRAK
Manajemen jalan napas pra-rumah sakit merupakan komponen utama sistem emergency medical service (EMS) di seluruh dunia. Airway
management yang tidak baik telah diidentifikasi menjadi penyebab kecacatan bahkan kematian yang dapat dicegah pada pasien trauma dan
henti jantung. Pada pasien out-of-hospital cardiac arrest (OHCA), penanganan jalan napas yang efektif harus tercapai sebelum pasien tiba di
rumah sakit. Pilihan airway management terbaik akan berbeda pada masing masing penolong, dan pada berbagai fase proses resusitasi. Hal
utama untuk airway management yang paling optimal adalah mengikuti langkah resusitasi secara benar dan memahami tujuan tindakan.
Kata kunci: Airway management, out-of-hospital cardiac arrest
2.Terapi Extracorporeal Shock Wave Therapy (ESWT) untuk Fasciitis Plantaris
Arya Cipta Widjaja
Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Fasciitis plantaris merupakan penyebab terbanyak nyeri tumit. Kelainan ini sering pada usia 45-64 tahun dan lebih sering pada wanita. Tatalaksana
konservatif meliputi modifikasi aktivitas, non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID), peregangan, injeksi kortikosteroid, dan extracorporeal shock
wave therapy (ESWT). Prosedur ESWT tidak invasif dan terbukti efektif untuk fasciitis plantaris kronis yang tidak membaik dengan tatalaksana
konservatif lain.
Kata kunci: ESWT, fasciitis plantaris, tatalaksana konservatif
3.Penanda Tumor untuk Diagnosis Karsinoma Kaput Pankreas
Irmayanti,1 Uleng Bahrun,2 A.M. Luthfi Parewangi,3 Ibrahim Abd. Samad4
1Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, 2Departemen Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo,
3Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Gastroenterohepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin /RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, 4Departemen Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RS Ibnu Sina,
Makassar, Indonesia
ABSTRAK
Pendahuluan. Karsinoma kaput pankreas cenderung terjadi pada usia lanjut dan merupakan penyebab kematian keempat akibat keganasan.
Diagnosis karsinoma kaput pankreas ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi.
Kasus. Karsinoma kaput pankreas pada pasien ini menyebabkan obstruksi aliran empedu, sehingga terjadi kolestasis disertai peningkatan CEA
dan CA 19-9 yang sangat tinggi.
Kata kunci: CA 19-9, CEA, karsinoma kaput pankreas
4.Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma
Ni Made Ary Wisma Dewi
Alumna Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
Bali, Indonesia
Abstrak
Juvenile nasopharyngeal angiofibroma (JNA) adalah lesi histologis jinak yang jarang. JNA klinis bersifat seperti tumor ganas karena mampu
mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitar. JNA umumnya tidak diketahui sampai bertahun-tahun. Pasien JNA biasanya remaja laki-laki.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis.
Kata kunci: Epistaksis, juvenile nasopharyngeal angiofibroma (JNA), obstruksi nasal
5.Patient–controlled Analgesia untuk Nyeri Akut pada Sickle Cell Vaso–occlusive Crisis
I Made Prema Putra
Dokter PTT Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
ABSTRAK
Sickle cell disease/SCD masih menjadi masalah kesehatan. Pada pasien sickle cell disease/SCD, nyeri akut yang berat merupakan manifestasi
klinis vaso-occlusive crisis yang paling sering karena bentuk sel darah merah seperti sabit dapat memicu sumbatan/infark jaringan. Penilaian
dan penanganan nyeri tersebut harus segera dan tepat. Tidak ada metode penanganan nyeri yang lebih superior dari yang lainnya. Salah satu
rekomendasi terapi adalah patient-controlled analgesia (PCA) dengan opioid intravena, on-demand, intermiten di bawah kontrol pasien.
Kata kunci: Nyeri akut, opioid, patient-controlled analgesia, sickle cell disease, vaso-occlusive crisis
6.Penyakit Mata Kering
Elvira, Victor Nugroho Wijaya
Dokter Umum Kabupaten Kerinci, Jambi, Indonesia
Abstrak
Penyakit mata kering (PMK) adalah penyakit multifaktorial air mata dan permukaan mata dengan gejala tidak nyaman, gangguan penglihatan,
dan ketidakstabilan tear film yang berpotensi merusak permukaan mata. Sekitar 5%-34% penduduk di dunia menderita mata kering, angka
kejadiannya meningkat seiring usia. Penyakit mata kering diklasifikasikan berdasarkan etiopatologinya, yaitu mata kering defisiensi aqueous
(MKDA) dan mata kering evaporasi (MKE). Gejala mata kering dapat menurunkan kualitas hidup, meningkatkan gejala depresi, dan gangguan
mood. Terapi terbatas mengurangi gejala.
Kata kunci: Penyakit mata kering, tear film.
7.Funduskopi untuk Prognosis Preeklampsia
Ferdy Iskandar,a Laura Agnestasia Djunaedi,a Angela Shinta Dewi Amita,b Sigit Pradono Diptoadic
aFakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
bDepartemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
c
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian karena mengakibatkan lebih dari 25%
kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013. Pada preeklampsia – yang merupakan salah satu HDK – terjadi disfungsi endotel berbagai organ
ibu hamil, termasuk organ mata. Konsekuensi tersering adalah vasospasme umum disertai kebocoran plasma yang menyebabkan iskemi retina
hingga kerusakan visus permanen. Derajat kelainan retina ibu hamil berdasarkan klasifikasi Keith-Wagener-Barker berbanding lurus dengan angka
kematian serta angka kecacatan penglihatan. Funduskopi sebagai salah satu sarana pelengkap dapat menjadi sarana objektif memperkirakan
prognosis ibu hamil dan status janin.
Kata kunci: Funduskopi, hipertensi, kehamilan, preeklampsia, retinopati
8.Pengaruh Protein RPGRIP1L pada Pembentukan Silia Primer sebagai Kandidat Target Terapi Gen Penyakit Siliopati
Ivanna Williantarra
Program Studi Bioteknologi, Indonesia International Institute for Life Sciences, Jakarta Timur, Indonesia
ABSTRAK
Silia primer yang pada mulanya dianggap sebagai organel tanpa fungsi khusus, ternyata saat ini diketahui merupakan pusat koordinasi berbagai
jalur transduksi sinyal sel. Salah satu penyakit siliopati dengan manifestasi klinis terberat adalah sindrom Meckel (MKS) dan sindrom Joubert (JBTS).
Kedua sindrom ini disebabkan oleh absennya protein RPGRIP1L pada zona transisi silia primer. Penelitian ini bertujuan melihat pentingnya peran
RPGRIP1L dalam ciliogenesis. RPGRIP1L diredam ekspresinya dan diperiksa pengaruhnya terhadap: (1) frekuensi ciliogenesis, (2) tingkat ekspresi
protein pada jalur sinyal Hedgehog, dan (3) lokalisasi protein silia primer lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa absennya RPGRIP1L
menurunkan frekuensi ciliogenesis hingga 46%. Turunnya frekuensi ciliogenesis ini bukan disebabkan karena turunnya tingkat ekspresi protein
silia primer, melainkan kesalahan lokalisasi; hanya protein yang terlibat pada proses awal ciliogenesis sebelum pembentukan zona transisi yang
terlokalisasi dengan tepat tanpa adanya RPGRIP1L. Tidak terekrutnya protein di silia primer mengindikasikan fungsi RPGRIP1L sebagai perancah
bagi protein-protein silia primer lainnya. Selain itu, tanpa adanya RPGRIP1L, aksonema tidak dapat tumbuh dari sentriol walaupun protein
selubung sentriol, CP110, telah dilepaskan oleh TTBK2.
Kata kunci: RPGRIP1L, siliopati, silia primer, zona transisi.
9.Calcific Uremic Arteriolopathy pada End-stage Renal Disease
Iraky Mardya Rakhmadhan
Dokter Umum, RSUD Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Indonesia
ABSTRAK
Calcific uremic arteriolopathy (CUA) merupakan salah satu komplikasi end-stage renal disease (ESRD), yang dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Faktor risiko CUA antara lain jenis kelamin (wanita), diabetes melitus, hiperfosfatemia, ESRD, gangguan mineral dan tulang, obesitas,
warfarin, dan etnis Kaukasia. Gold standard diagnosis adalah penemuan patognomonik histopatologis spesimen biopsi kulit. Tatalaksana meliputi
penanganan umum, perawatan luka, koreksi abnormalitas biokimia, sodium tiosulfat, dan beberapa terapi potensial seperti bisfosfonat, low-
molecular-weight heparin, dan agen trombolitik. CUA berpotensi fatal, diagnosis sedini mungkin dan tatalaksana yang tepat dapat memperbaiki
kondisi dan memberikan hasil memuaskan.
Kata kunci: Calcific uremic arteriolopathy, end-stage renal disease, histopatologis, sodium tiosulfat
10.Kejadian Mual Muntah Pasca-Laparatomi (PONV) setelah Pemberian Granisetron Dibandingkan setelah Pemberian Kombinasi Ondansetron – Deksametason
Mulyo Hadi Sudjito, Mulyata, Titik Setyawati
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta,
Indonesia
ABSTRAK
Pendahuluan: Mual muntah pasca-operasi (PONV) adalah pengalaman tidak menyenangkan yang sering dialami pasien setelah menjalani
operasi dengan anestesi umum seperti laparatomi. Metode: Penelitian desain eksperimental tersamar tunggal; 58 subjek yang menjalani
laparatomi dengan anestesi umum dibagi menjadi 2 kelompok secara acak. Kelompok I diberi granisetron 1 mg, 30 sampai 60 menit sebelum
operasi selesai, kelompok II diberi deksametason 8 mg sebelum induksi dan ondansetron 4 mg, 30 sampai 60 menit sebelum operasi selesai.
Kejadian PONV semua pasien diamati selama 24 jam. Hasil: Pada kelompok I mampu dicegah 72,4% kejadian PONV, pada kelompok II mampu
dicegah 79,3% kejadian PONV. Simpulan: Tidak ada perbedaan bermakna manfaat ondansetron 4 mg dan deksametason 8 mg dibanding
granisetron 1 mg dalam mencegah mual muntah pasca-laparatomi.
Kata kunci: Deksametason, granisetron, laparatomi, ondansetron, PONV
11. Conventional Low Intensity Pulsed-Ultrasound Therapy Increases Osteoblast, Serum Alkaline Phosphatase, and Serum Calcium Levels
in Fracture Healing Process
Indrayuni Lukitra Wardhani, I Ketut Gede Agus Budi Wirawan,
I Putu Alit Pawana, Andriati, Patricia Maria
Department of Physical Medicine and Rehabilitation,
Medical Faculty of Universitas Airlangga – Dr. Soetomo General Hospital,
Surabaya, Indonesia
ABSTRACT
Introduction: Application of ultrasound waves to improve bone healing generally use specific bone stimulator equipment not available in
Indonesia. Frequency and duration of therapy from previous studies are very difficult to apply in clinical practice. This study aims to observe
the therapeutic effect of conventional low-intensity pulsed-ultrasound to osteoblast, alkaline phosphatase, and serum calcium levels. Method:
Thirty six male white rats were divided into three groups (control, USD 5x/week, and USD 3x/week). Tibial fracture in ultrasound groups were
treated 3x/week and 5x/week with ultrasound waves (1 MHz, pulsed mode, 20% of duty cycle, intensity of 0.2 W/cm2
, duration 10 minutes,
stationary) for 3 weeks. Callus tissue and blood from all animals were assessed quantitatively using histological and biochemical analyses. Result:
Significant differences (p<0.05) in the average number of osteoblasts, level of alkaline phosphatase, and serum calcium among all three groups.
Conclusion: Conventional low intensity pulsed-ultrasound either 5x/week or 3x/week improve bone healing process.
Keywords: Alkaline phosphatase, calcium, fracture, osteoblast, ultrasound
[download id=”151″]